Rabu, 24 Februari 2010

Anjing Paling Kuat di Dunia

Dia menemaniku selama hampir 17 tahun. Sebenernya aku nggak kuat untuk menuliskan cerita ini. Sungguh, aku menangis lagi. Aku rindu padanya.

Namanya Bulgozo. Aku sering menyebutnya Bul-Bul atau Bulgogi. Dia seekor anjing. Bukan anjing trah. Dia anjing cmpuran, hhmm aku lupa dia campuran apa.

Waktu umurku 5 tahun, dia lahir. Aku ingat, ketika aku meperebutkannya dengan tanteku. Tapi pada akhirnya dia menjadi milik kami bersama, bukan hanya milik aku dan tanteku, tapi milik keluarga. Tanteku menamainya Bulgozo, katanya biar seperti nama anjingnya Marimar.

Aku beranjak dewasa, begitupula dengan Bulgozo. Aku tumbuh sebagai anak yang ceria, Bulgozo pun tumbuh sebagai anjing yang menggemaskan dan menyenangkan.

Pada saat aku kelas 4 SD, aku pindah ke Surabaya untuk tinggal dengan orang tuaku (mereka memang tinggal disana). Rasanya sedih meninggalkannya. Tentu saja aku tetap menyayanginya.

Tapi untungnya aku dan keluarga sering berlibur ke Jakarta untuk menjenguk opa dan oma. Saat itu lah aku bisa bermain dengannya. Pernah suatu kali liburan di jakarta, aku kesal sekali dengan adik laki-lakiku. Ketika adik laki-laki ku mendekatinya, Bulgozo bersikap agak sedikit galak dengan adikku. Saat itu aku merasa, Bulgozo bisa merasakan apa yang aku rasa.

Nggak lama aku tinggal di Surabaya. Sekitar kelas 2 SMP aku pindah lagi untuk tinggal dengan Oma dan Opa di Jakarta. Semakin dekat lagi aku dengan Bulgozo.

Dulu Bulgozo selalu tidur di garasi bersama anjing lain bernama Gossi. Tp krn mereka sering berantem dan Bulgozo selalu kalah (krn sudah agak tua, dan sudah tidak begitu kuat), maka dia dipindahkan ke dalam rumah. Dia selalu tidur di depan kamarku atau di depan kamar oom aku, di lantai atas. Saat itu dia masih sangat sehat, yaah meskipun sebenarnya sudah termasuk tua juga.

Semakin hari dia semakin lemah karena umur. Matanya mulai rabun, pendengarannya pun sudah kurang baik. Yang masih bisa diandalkan adalah indera penciumannya.

Pernah suatu saat dia jatuh dari tangga lantai 2, disebabkan matanya yang udah rabun. Saat itu, dia nggak kenapa-kenapa. Sehat! Tulangnya pun nggak ada yang retak. Semenjak itu aku menyebutnya anjing paling kuat di dunia.

Semakin dia tua bukan membuat aku dan dia semakin dekat. Aku malah terkadang cuek sama dia karena sibuk. Aku hanya menyapa pada saat pagi sebelum berangkat kuliah dan malam setelah pulang kuliah. Yang menyedihkannya lagi, ketika aku diberi anak anjing baru oleh seorang teman, aku pun agak sedikit melupakan Bulgozo.

Makin hari dia makin tua, kondisi badannya semakin lemah. Pernah suatu saat ketika aku mau berangkat ke rumah teman, Bulgozo nggak bisa berdiri! Kakinya nggak bisa menopang badannya. Aku panggil om aku supaya menggedongnya ke dalam rumah. Dia seakan nggak berdaya. Aku pun menangis. Selama 4 hari dia terkulai lemah, nggak mau makan sedikitpun. Saat itu aku berpikir mungkin sudah saatnya dia dipanggil Tuhan.

Ajaibnya, setelah hari ke 4, dia makan dengan lahapnya! Dia juga sudah bisa berdiri yah meski agak pincang tapi dia bisa menopang badannya untuk ke tempat makannya atau keluar taman untuk pipis dan pup. Jelas aku sangat senang sekali. Memang dia anjing terkuat di Dunia!

Tapi lagi-lagi aku sedikit melupakannya. Dikarenakan sibuk kerja dan kuliah. Kadang aku cuma bisa mengelusnya di malam hari. Tapi kadang ketika aku seharian dirumah, aku hanya memanggil namanya saja tanpa mengelusnya. Aku malah bermain dengan anak anjing baruku itu.

Setelah sekitar sebulan kemudian, dia kembali terkapar nggak berdaya. Pipis dan pup kadang sering di dalam rumah. Setiap malam dia sering menangis, aku tahu dia menahan sakit krn memang di bawah perutnya ada benjolan seperti tumor. Tapi dia masih bisa makan dengan lahap.

Puncaknya adalah kemarin lusa hari senin tanggal 22 Feb’10. Dia sudah nggak mau makan sama sekali dan badannya terkulai lemas. Malamnya ketika aku sampai dirumah, dia bener-bener tidur nggak bergerak, aku pikir dia mati ternyata dia masih bernafas.

Malam itu dia meraung dan menangis sangat keras sekali, sangat terlihat kalau dia kesakitan. Aku melihat matanya berair. Badannya pun sempat kejang-kejang. Baru saat itu aku menemaninya hampir semalam. Dia nangis nggak berhenti. Aku sedih melihatnya kesakitan seperti itu. Memang, hampir tiap hari dia meraung kesakitan, tapi baru malam itu dia meraung kesakitan sekeras itu tanpa henti.

Akhirnya Oom aku bilang, lebih baik dia di suntik tidur selamanya, biar nggak kesakitan. Oom aku juga bertanya padaku, apa kamu tega? Aku bilang, gpp dia disuntik mati aja, krn aku lebih nggak tega lagi liat dia kesakitan. Akhirnya kamu memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit di ragunan besok.

Semalaman aku kepikiran tentang Bul. Sekitar jam 4 subuh aku terbangun krn tangisan Bul yang makin keras. Aku rasanya ingin kebawah menemaninya, tapi aku nggak sanggup melihatnya kesakitan seperti itu. Jujur hatiku rasanya sakit banget. Dia terus meraung dan menangis tiada berhenti. Hatiku sangat gelisah. Kemudian aku berdoa pada Tuhan: “Tuhan tolong klo ambil dia saja, aku udah nggak tega melihatnya tersiksa krn sakit”. Setelah aku berdoa seperti itu, tangisannya berhenti. Aku berpikir, mungkin dia sudah diambil Tuhan. Aku pasang musik untuk menenangkan perasaanku.

Besoknya ketika aku bangun, aku langsung ke bawah untuk melihat keadaanya. Ternyata dia masih hidup! Lagi-lagi aku berkata: “Dia memang anjing paling kuat di dunia”. Tapi aku sudah memutuskan untuk membawanya untuk disuntik tidur selamanya pada hari itu juga. Aku nggak ingin melihat dia terus menerus kesakitan, meskipun sesungguhnya dia adalah anjing yang paling kuat di dunia.

Aku bawa dia ke dalam mobil, aku duduk disebelahnya. Dia tidur tak berdaya. Sesekali dia menangis kesakitan, tapi selama perjalanan dia terlihat sangat tenang. Aku mengelus-elus dia selama perjalanan, sambil berbisik: “ Tenang ya Bul, habis ini kamu nggak akan kesakitan lagi”.

Sesampainya di Rumah Sakit Ragunan hatiku semakin pilu apalagi ketika dokter datang, tangisku pun menjadi.

Dokter: “apa sudah yakin?”

Aku: “ apa penyakitnya bisa disembuhkan?”

Dokter: “untuk membuat dia bener-bener sembuh nggak ada obatnya ya krn memang sudah tua. Tapi kalo mau dirawat dirumah bisa dan harus ekstra perhatian”

Oomku menjawab: “sudah dok, gpp. Nggak tega juga ngeliat dia kesakitan”

Aku pun menyetujuinya.

Ini hal yang teberat untuk menceritakannya. Sebentar aku ambil nafas dulu.

Ketika jarum suntik itu sudah siap, hatiku semakin pilu. Tangisanku pun semakin meledak. Oomku menunggu diluar, dia nggak tega untuk melihatnya. Aku? tetap di dalam menemaninya smp proses itu terjadi. Aku nggak mau meninggalkannya sedikitpun. Aku elus kepalanya, badannya. Dia sempat berontak ketika mau disuntik, sampai akhirnya harus dibius dulu.

Proses itu pun terjadi, jarum suntik sudah dimasukkan ke dalam tubuhnya. Dia nggak berdaya, semakin nggak berdaya. Setelah seluruh cairan dalam jarum itu masuk ke dalam tubuhnya, dia sudah tiada. Tangisanku pun nggak bisa dihentikan.

Selama perjalanan pulang aku menangis dan terus menangis. Melihat tubuhnya tergolek tidak bernafas disebelahku, membuatku menangis makin manjadi-jadi. Tangisanku pun nggak bisa berhenti, apalagi saat tubuhnya dimasukkan ke dalam tanah di taman belakang rumahku. Satu rumah menangis untuk Bulgozo, anjing yang belasan tahun menemani keluarga kami dalam keadaan senang dan sedih. Oma dan oom, mereka berdua pun menangis.

Sebelum dia dikubur, Oma ku berkata: "Dulu pertama kali aku mngelusnya, ketika dia masih kecil. Saat itu dia menangis krn kehilangan ibunya. Dia mojok di luar dan nggak mau masuk ke dalem rumah, bulunya berdiri semua. Saat itu oma elus-elus, dan akhirnya dia mau masuk ke dalam rumah. Dan sekarang, ini terakhir kalinya oma mengelusnya". Oma ku pun menangis. Tangisanku makin meledak.

Dia sudah tiada. Hari Selalsa. 23 Februari 2010. Pukul 11.

Seharian aku menangis tiada henti. Teman-teman menghiburku, mereka pun ada yang menangis mendengarkan ceritaku. Ada pula yang menertawakanku, mereka bilang: "Cuma anjing aja nangis smp segitunya”. Ada juga yg bilang: “baru kali ini gue liat ada yang nangis gara-gara anjing”. Aku nggak marah sama mereka, aku tau mereka pasti nggak pernah punya peliharaan yang dekat dengan mereka. Jadi aku nggak memaksa mereka untuk merasakan apa yg aku rasakan.

Sungguh rasa sedihnya melebihi ketika kita putus dengan pacar. Karena anjing selalu setia, sedangkan pacar belum tentu.

Sampe hari ini pun, kalau aku teringat dia aku masih sering menangis. Aku menyesal dulu pada saat aku punya anak anjing baru, aku agak melupakannya. Sungguh aku menyesal.

Semoga ini jalan yang terbaik untuk Bul. Selamat jalan bul. Terimakasih udah menemaniku selama hampir 17 tahun ini.